Ada yang pernah bilang, jika sebelum tengah malam, ayam jantan berkokok, itu tandanya bahwa seorang malaikat sedang lewat di sana. Aku berani mengatakan bahwa cerita itu benar adanya. Dua kali dengan selang waktu lima belas tahun, malaikat itu menampakkan dirinya padaku.
Lima belas tahun yang lalu,
Saat itu umurku baru menginjak tujuh belas tahun, aku yang memang besar di pulau kecil ini sudah terbiasa dengan cerita-cerita mistis yang berkembang di daerah tempat tinggalku, tapi cerita tentang malaikat ini seolah-olah memberikan sesuatu yang positif ditengah negatifnya cerita yang sudah ada.
Kampus tempatku kuliah, mengadakan acara kemping malam hari di pinggiran hutan di sudut kota. Entah kenapa malam itu, aku tidak bisa tidur, mungkin belum terbiasa tidur di tenda, atau mungkin memang takut dengan situasi yang benar-benar sepi.
Sebelum tengah malam, ayam jantan milik penduduk kampung di dekat tempat kami mendirikan tenda berkokok. Iseng-iseng aku keluar dari tenda, lalu mulai berjalan menuju asal suara. Dan di sanalah kutemukan dia. Malaikat paling tampan yang pernah kulihat. Sayangnya dia tidak punya sayap.
Itulah awal pertama aku bertemu dengan suamiku sekarang. Kelanjutan ceritanya bisa kalian tebak sendiri. Sedang apa dia di sana, juga bisa kalian bayangkan sendiri.
**********
Aku sudah sepuluh tahun menikah dengan suamiku saat ini. Lima tahun pacaran sudah membuat kami mantap membina rumah tangga. Tapi selama pernikahan ini, belum ada tanda-tanda aku hamil. Kami sudah memeriksakan diri ke dokter, namun tidak ada yang salah dengan keadaan kami berdua.
Sampai dua tahun yang lalu, aku harus menjalani operasi untuk pengangkatan miom di rahimku. Kemungkinanku untuk memiliki anak semakin tipis. Saat sehatpun tanda-tanda itu tidak pernah datang. Apalagi sekarang, saat sudah pernah ada miom di rahimku.
Malam itu, kuputuskan untuk berbicara dengan suamiku,
“Pi, aku udah mantap supaya lebih baik kita mengadopsi anak saja. Umur kita sudah tidak muda lagi.”
“Aku juga sudah memikirkannya matang-matang. Sudah terlalu lama kita menunggu.”
“Sebenarnya aku sudah ingin sekali menimang bayi, tapi keinginan itu harus ku tahan selama bertahun-tahun. Aku minta maaf, karena sebagai perempuan, aku tidak bisa memenuhi kodratku untuk memberimu anak.”
“Kita tidak bisa menyalahkan siapapun. Dan satu hal yang harus kamu tau, aku juga tidak pernah menyalahkanmu. Mungkin memang kita dianggap belum siap mengasuh seorang anak.”
“ Tapi apa yang salah dengan kita, Pi? Di luaran sana banyak yang malah membuang bayinya dengan sengaja. Menggugurkannya. Membunuhnya. sementara kita sudah menunggu sekian lama, bahkan bukan sekedar menunggu, kita berusaha dan berdoa. Tanpa kenal menyerah dan putus asa.”
“Mungkin memang sudah saatnya kita mengadopsi anak. Jujur aku kasihan padamu. Sudah sering kulihat kau melamun setiap kali melihat temanmu menggendong anak ataupun hamil lagi.”
“Jadi kamu setuju dengan usulanku?”
“Tentu asalkan keputusan itu kamu ambil bukan karena rasa iri pada orang lain, atau karena keegoisanmu untuk memenuhi kodrat sebagai wanita.”
Kupeluk dia, suami paling luar biasa di bumi ini. Tidak pernah ada keinginan poligami darinya meskipun aku belum memiliki anak. Memang, seorang malaikat pasti akan datang jika memang sudah saatnya.
Hari demi hari berlalu, aku sudah benar-benar tidak sabar untuk menjalankan rencana kami ini. Namun halangan datang silih berganti. Mulai dari penugasan suamiku ke luar kota, kedatangan mertuaku yang tidak terduga, dan banyak hal lain yang seolah menjauhkanku dari keinginan yang sudah menggebu-gebu untuk menimang seorang bayi walaupun bukan dari rahimku. Sampai ku tau apa maksud semua halangan itu.
**********
Malam kesekian di saat aku tidak bisa tidur. Suara ayam jantan itu terdengar lagi. Padahal seingatku tidak ada yang memelihara ayam di sekitar tempat tinggal kami. Kuberanikan diri untuk keluar. Dan jantungku seolah melompat dari tempatnya. Di sana, di dekat pagar rumah kami, sebuah keranjang sudah tergeletak di sana. Dan begitu kulihat isinya. Aku tak sanggup berkata apa-apa lagi. Malaikat kecil sedang tidur di dalamnya dengan tenang. Lagi-lagi, malaikat itu tidak bersayap.
Kami menamakannya, Angel, karena dialah malaikat kecil yang memang dititipkan padaku. Ironis memang, di saat aku yang benar-benar mendambakan seorang anak, tapi tidak kunjung bisa kudapatkan, sementara orang lain malah membuangnya tanpa belas kasihan. Hanya meninggalkan sepucuk surat yang mengatakan ketidaksanggupan untuk merawat bayi itu, anak kami sekarang, malaikat kami.
**********
Saat ini, Angel semakin besar umurnya sudah dua tahun, semakin lincah, dan semakin nakal. Keingin tahuannya akan segala sesuatu mengharuskanku untuk bisa menjelaskan berbagai hal yang ditanyakan padaku dengan bahasa sederhana yang bisa dengan mudah dimengerti olehnya. Dan satu hal yang pasti, walaupun dia bukan anak kami, tapi kebahagiaan yang dibawanya sungguh luar biasa. Dan satu hal lagi yang paling kusyukuri, sekarang aku sedang mengandung. Ya, aku hamil. Anak pertama yang bahkan sudah kupasrahakan bertahun-tahun lalu sejak malam dimana kami memutuskan untuk mengadopsi anak.
Sejak hari dimana aku menemukan Angel, aku tidak pernah lagi mendengar suara ayam jantan berkokok sebelum tengah malam. Mungkin surga sedang memberikan kesempatan kepada orang lain, surga mengutus malaikatnya yang lain untuk memberi kebahagiaan kepada keluarga yang membutuhkan. Tapi yang terpenting dua orang malaikatnya sudah kucuri untuk menjadi bagian dari hidupku. Malaikat yang sampai akhir hayatku akan kuperjuangkan agar tidak kembali lagi ke surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar